makalah hukum islam

BAB III
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Hukum Islam (syari’ah)
Makna syari’ah adalah jalan ke sumber (mata) air, dahulu (di arab) orang mempergunakan kata syari;ah untuk sebutan jalan setapak menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum dan membersihkan diri.[1]
Kata syari’ah ini juga berarti jalan yang lurus, jalan yang lempang tidak berkelok-kelok,juga berarti jalan raya. Kemudian penggunaan kata syari’ah ini bermakna peraturan, adapt kebiasaan, undang-undang dan hukum.
Syariah islam berarti segala peraturan agama yang di tetapkan Allah untuk ummat islam, baik dari Al-Qur’an maupun dari sunnah Rasulullah saw. yang berupa perkataan,perbuatan ataupun takrir (penetapan atau pengakuan).
Pengertian tersebut meliputi ushuluddin (pokok-pokok agama), yang menerangkan tentang keyakinan kepada allah berserta sifat-sifatnya, hari akhirat dan sebagainya, yang semuanya dalam pembahasan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Ia juga mencakup kegiatan-kegiatan manusia yang mengarah kepada pendidikan jiwa dan keluarga serta masyarakat. Demikian pula tentang jalan yang akan membawanya kepada kehidupan yang sejahtera dan bahagia. Ini semuanya termasuk dalam pembahasan ilmu akhlak.
Menurut pengertian-pengertian tersebut, syariah itu meliputi hokum-hukum Allah bagi seluruh perbuatan manusia, tentang halal,haram makruh,sunnah dan mubah pengertian inilah yang kita kenal  ilmu fiqih, yang sinonim dengan istilah “undang-undang”.
Para pakar hukum islam selalu berusaha memberikan batasan pengertian “Syariah” yang lebih tegas, untuk memudahkan kita mebedakan dengan fiqih,yang dia antaranya sebagai berikut:
1.      Imam Abu Ishak As-syatibi dalam bukunya Al-Muwafaqat ushulil ahkam mengatakan :
Artinya “ bahwasannya arti syariat itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-orang mukallaf dalam segala perbuatan,perkataan dan akidah mereka.
2.      Syikh Muhammad Ali ath-thawi dalam bukunya kassyful istilahil funun mengatakan :
Artinya “Syariah yang telah diisyaratkan Allah untuk para hambanya, dari hokum-hukum yang telah dibawa oleh seseorang nabi dan para nabi Allah as. Baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaanya, dan disebut dengan far’iyah amaliyah, lalu dihimpun oleh ilmu kalam dan syari’ah ini dapat disebut juga pokok akidah dan dapat disebut juga dengan diin(agama) dan millah.
Definisi tersebut menegaskan bahwa syariah itu muradif(sinonim) dengan diin dan milah(agama). Berbeda dengan ilmu fiqih, karena ia hanya membahas tentang amaliyah hukum(ibadah), sedangkan bidang akidah dan hal-hal yang berhubungan dengan alam ghaib dibahas oleh ilmu kalam atau ilmu tauhid.
3.      Prof.DR. Mahmud Salthut mengatakan bahwa :
“sayariah ialah segala peraturan yang telah diisyaratkan allah,atau ia telah mensyariatkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya, untuk dirinya sendiri dalam berkomunikasi dengan tuhannya dengan sesama muslim dengan sesama manusia denga alam semesta dan berkomunikasi dengan kehidupan.”
B. Ruang Lingkup Hukum Islam

Jika kita bandingkan hukum islam bidang muamalah ini dengan hukum barat yang membedakan antara hukum privat (hokum perdata) dengan hukum public,maka sama halnya dengan hukum adat di tanah air kita, hukum islam tidak membedakan (dengan tajam) antara hukum perdata dengan hukum publik disebabkan karena menurut system hukum islam pada hukum perdata terdapat segi-segi publik ada segi-segi perdatanya.
            Itulah sebabnya maka dalam hukum islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan adalah bagian-bagian nya saja seperti misalnya, (1) munakahat (2) wirasah (3) muamalat dalam arti khusus (4) jinayat atau ukubat (5) al – ahkam as sulthaniyah (khilifah), (5) siyar dan (7) mukhasamat.[2]
Kalau bagian – bagian hukum islam itu disusun menurut sistematik hukum barat yang membedakan antara hokum perdata dengan hokum publik seperti yang di ajarkan dalam pengantar ilmu hokum di tanah air kita, yang telah pula di singung di muka, susunan hokum muamalah dalam arti luas itu adalah sebagai berikut:
Hukum perdata ( islam ) adalah  (1) munakahat mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya; (2) wirasah mengatur segala masalh yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum kewarisan  Islam ini disebut juga hukum fara’id; (3) muamalat  dalam arti khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual-beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan, dan sebagainya.

Hukum publik(islam) adalah (4) jinayat  yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarinah hudud  maupun dalam jarimah ta’zir. Yang dimaksud dengan jarimah adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumanya dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi MUhamad (hudud jamak dari hadd = batas ). Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumanya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir = ajaran atau pengajaran); (5) al-ahkam as-sulthaniyah membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala Negara, pemerintahan, baik pemerintahan pusat maupun daerah , tentara, pajak dan sebagainya; (6) siyar mengatur segala urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan Negara lain; (7) mukhasamat mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hokum acara.
Jika bagian-bagian hukum islam bidang muamalah dalam arti luas tersebut di atas dibandingkan dengan susunan hokum barat seperti yang telah menjadi tradisi diajarkan dalam pengantar Ilmu hokum di tanah air kita, maka butir (1) dapat disamakan dengan hokum perkawinan, butir (2) dengan hokum kewarisan , butir (3) dengan hokum benda dan hokum perjanjian, perdata khusus, butir (4) dengan hokum pidana, butir (5) dengan hokum ketatanegaraan yakni tata Negara dan administrasi Negara, butir (6) dengan hokum internasional, dan butir (7) dengan hokum acara.






C. Ciri- ciri Hukum Islam
Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditandai ciri-ciri (utama) hukum islam, yakni
  1. merupakan bagian dan bersumber dari agama islam
  2. mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak islam
  3. mempunyai dua istilah kunci yakni
    1. syari’at
syari’at terdiri dari wahyu allah dan sunnah Nabi Muhammad
    1. fikih
fikih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syari’at.
  1. terdiri dari dua bidang utama yaitu
    1. ibadah
ibadah bersifat karena telah sempurna
    1. muamalah dalam arti luas
mauamalah dalam arti khusus dan luas brsifat terbuka untuk
                         di kembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat dari masa kemasa
  1. strukturnya berlapis terdiri dari
    1. nas atau teks al-Qur’an
    2. sunnah nabi muhamad (untuk syari’at)
    3. hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat tentang wahyu dan sunna
    4. pelaksanaanya dalam praktik baik yaitu
i.         berupa keputusan hakim maupun
ii.                   berupa amalan-amalan ummat islam dalam masyrakat (untuk fikih)
6.      mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala
7.      dapat dibagi menjadi
a.       hukum taklifih atau hukum taklif  yakni al-ahkam al-khamsayaitu lima kaidah, lima jenis hokum, lima penggolongan hokum yakni ja’iz, sunnat, makruh, wajib dan haram
b.      hukum  wadh’i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hokum
ciri-ciri khas hukum islam. Yang relevan untuk dicatat disini adalah hukum islam. Berwatak universal berlaku abadi untuk ummat islam dimanapun mereka berada tidak terbatas pada ummat islam di suatu tempat atau Negara pada suatu masa saja. Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani serta memelihara  kemuliaan manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan. Pelaksana annya dalam praktik digerakkan oleh iman(akidah) dan akhlak ummat manusia.[3]





D. Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia
   Hukum Islam sebagai bagian agama islam melindunggi hak asasi manusia hal ini dapat di lihat pada tujuan hukum islam yang akan dibicarakan dibawah. Kalau hukum islam dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran (hukum) barat (eropa, terutama amerika ) tentang hak asasi manusia akan kelihatan perbedaannya. Perbedaan itu terjadi karena pemikiran (hukum) barat memandang hak asasi manusia semata-mata antroposentris artinya berpusat pada manusia. Dengan pemikiran itu manusia sangat dipentingkan. Sebaliknya, pandangan hukum islam yang bersifat teosentris. Artinya berpusat pada tuhan. Manusia adalah penting tetapi yang lebih utama adalah allah. Allahlah pusat segala sesuatu.
               Oleh karena perbedaan pandangan itu, terdapat pokok antara Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang disponsori Barat dengan Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dikeluarkan oleh ummat islam. Deklarasi Kairo tahun 1990, misalnya yang dikeluarkan oleh Organisasi Konfrensi Islam (OKI), di dalam nya termasuk juga Indonesia, merupakan pendiriaan resmi ummat islam mengenai hak-hak asasi manusia;berbeda kerangka acuannya dengan deklarasi atau pernyataan hak-hak asasi manusia yang dikeluarkan atau disponsori oleh Negara-negara barat. Dinyatak dalam deklarasi itu bahwa semua hak dan  kebebasan yang terumus dalam deklarasi tunduk pada syari’at atau hukum islam. Satu-satunya ukuran, mengenai hak-hak asasi manusia adalah syari’at islam.
              

Hak-hak yang dirumuskan dalam deklarasi itu kebanyakan hak ekonomi. Hak politik, seperti hak untuk mengutarakan pendapat secara bebas, tidak boleh bertentangan dengan asas-asas syariah. Dinyatakan pula bahwa semua indivudu samadi muka hukum. Ketentuan lain adalah keluarga merupakan dasar masyarakat, wanita dan pria sama dalam martabat kemanusiaan. Hal atas hidup, dijamin. Pekerjaan adalah hak individu yang di jamin oleh Negara. Demikian juga hak atas pelayanan kesehatan, social dan kehidupan yang layak. Ditegaskan pula bahwa tidak ada sanksi. Kecuali sanksi yang di tentukan dalam syari’at atau hukum islam.















E. TUJUAN HUKUM ISLAM

Hukum yang mejadi penutan masyarakat merupakan cita-cita social yang tidak pernah berhenti dikejar sampai akhir hayat.Cita-cita sosial bersandarkan pada hukum.Setiap keberadaan hukum tidak dapat terlepas dari tujuan dan harapan subjek hokum.Harapan manusia terhadap hokum pada umumnya meliputi harapan keamanan dan ketenteraman hidup tanpa batas waktu.

Manusia berharap pada beberapa hal-hal berikut:-
1- Kemaslahatan hidup bagi diri orang lain
2- Menegakkan keadilan
3- Persamaan hak dan kewajipan dalam hokum
4- Saling control dalam masyarakat
5- Kebebasan berekpresi,berpendapat,bertindak dengan tidak melebihi batasan hokum.
6- Regenerasi sosial yang positif dan bertanggungjawab

Apabila satu menit sahaja kehidupan sosial tidak terjamin oleh hukum yang kuat,masyarakat dengan semua komponennya akan rusak,karena semenit tanpa adanya jaminan hukum bagaikan adanya bencana yang melanda dalam sesuatu masyarakat tersebut.

Asas legalitas sebagai pokok dari hidup dan berlakunya hukum .Yang berbahaya lagi adalah memendan hukum tidak berguna lagi karena keberpihakan hukum kepada keadilan dan persamaan hak sehingga masyarakat kurang percaya kepada hukum.

Cita-cita hukum adalah menegakkan keadilan,tetapi yang menegakkan keadilan bukan teks-teks hokum,melainkan manusia yang meneria sebutan hakim,pengacara penguasa hukum,penegak hukum,polisi dan sebagainya.

Identitas hukum Islam adalah adil,member rahmat dan mengandungi hikmah yang banyak bagi kehidupan.Dengan yang demikian setiap hal yang merupakan kezaliman,tidak member rasa keadilan,jauh dari rahmat,menciptakan kemafsadatan bukan merupakan tujuanhokumIslam.

Asy Syatibi mengatakan bahawa tujuan Syariat Islam adalah mencapai kemaslahatan hamba baik di dunia maupon di akhirat.Antara kemaslahatan tersebut adalah seperti berikut:-

1- Memelihara Agama
2- Memelihara Jiwa
3- Memelihara Akal
4- Memelihara Keturunan
5- Memelihara Kekeyaan

Lima unsure di atas dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu:-

1- Dharuriyyat
2- Hijiyyat
3- Tahsiniyyat

Peringkat Dharuriyyat menepati urutan yang pertama,disusuli dengan peringkat yang ke dua yaitu Hijiyyat dan dilengkapi dengan yang terakhir sekali ialah Tahsiniyyat.

Yang dimaksudkan dengan Dharuriyyat adalah memelihara segala kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia.

Yang dimaksudkan dengan Hijiyyat adalah tidak termasuk dlam kebutuhan-kebutuhan yang esensial,melainkan kebutuhan yangdapat menghindarkan manusia dari kesulitan hidup mereka.
Dimaksudkan pula dengan Tahsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan mertanat seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhannya,sesuai dengan kepatutan .

Kesimpulannya disini ketiga-tiga peringkat yang disebut Dharuriyyat,hijiyyat serta Tahsiniyyat,mampu mewujudkan serta memelihara kelima-lima pokok tersebut.

A) Memelihara Agama (Hifz Ad-Din)

Menjaga atau memelihara agama,berdasarkan kepentingannya,dapat kita bedekan
dengan tiga peringkat ini:-

1- Dharuriyyah: Memelihara dan melaksanakan kewajipan agama yang masuk peringkat
primer .
Contoh : Solat lima waktu.Jika solat itu diabaikan,maka akan terancamlah
eksestensi agama.


2- Hijiyyat : Melaksanakan ketentuan Agama

Contoh : Solat Jamak dan Solat Kasarbagi orang yang sedangbepergian.
jika tidak dilaksanakan solat tersebut,maka tidak akan mengancam
eksestensi agamanya,melainkan hanya mempersulitkan bagi orang
yang melakukannya.

3- Tahsiniyyat : Mengikuti petunjuk agama.

Contoh : Menutup aurat.baik di dalam maupon diluar solat,membersihkan
badan,pakaian dan tempat.Kegiatan ini tidak sama sekali mengancan
eksestensi agama dan tidak pua mempersulitkan bagi orang yang
melakukannya.

B) Memelihara Jiwa (Hifz An-Nafs)

Memelihara jiwa berdasarkan tingkat kepentinganya,kita dapat bedakan dengan tiga peringkat yaitu:-
1- Dharuriyyat : Memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan
hidup.Jika diabaikan maka akan berakibat terancamnya eksestansi
jiwa manusia.

2- Hijiyyat : sepertinya diperbolehkan berburu binatang untuk menukmati makanan
yang halal dan lazat.Jika diabaikan maka tidak akan mengancam
eksestensi manusia,melainkan hanya untuk mempersulitkan hidupnya.

3- Tahsiniyyat : Sepertinya ditetapkannya tatacara makan dan minum.Kegiatan ini
hanya berhubung dengan kesopanan dan etika.Sama sekali tidak
mengancam eksestensi jiwa manusia ataupun mempersulitkan
kehidupan seseorang.


C) Memelihara Akal (Hifz Al-‘Aql)

Memelihara akal,dilihat dari segi kepentingannya,dapat dibedakan menjadi tiga peringkat yaitu:
1- Dharuriyyat: Diharamkan meminum minuman keras.Jika tidak diindahkan maka
akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya akal.

2- Hijiyyat : Sepertinya menuntu ilmu pengetahuan.Jika hat tersebut diindahkan
maka tidak akan mengakibatkan terancamnya eksestensinya akal.

3- Tahsiniyyat : Menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang
tidak berfaedah.Hal ini jika diindahkan maka tidak akan ancamnya
eksestensi akal secara langsung.

D) Memelihara Keturunan (Hifz An-Nasl)

1- Dharuriyyat: Sepertinya disyari’atkan nikah dan dilarang berzina.Jika di abaikan maka
eksestensi keturunannya akan terancam.

2- Hijiyyat : Sepertinya ditetapkan menyebut mahar bagi suami pada waktu akad
nikah dan diberi hak talaq padanya.Jika mahar itu tidak disebut pada
waktu akad maka si suami akan mengalami kesulitan,kerana suami
harus membayar mahar misl.

3- Tahsiniyyat : Disyariatkan Khitbah atau Walimat dalam perkahwinan.hal ini jika diabaikan maka tidak akan mengancam eksestensi keturunan.

E) Memelihara Harta (Hifz Al-Mal)

1- Dharuriyat : Tata cara pemilikan dan larangan mengambil harta orang lain.Jika
Diabaikan maka akan mengakibatkan eksestensi harta.

2- Hijiyyat : Sepertinya tentang jual beli dengan salam.Jika tidak dipakai salam,
Maka tidak akan mengancam eksestensi harta.

3- Tahsiniyyat: Menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan.Hal ini erat
Kaitannya dengan etika bermu’amalah atau etika bisnis.
Salah Paham Terhadap Islam dan Hukum Islam
            Islam sebagai agama dan sebagai hukum sering di salah pahami bukan hanya oleh orang-orang nonmuslim, tetapi juga oleh orang islam sendiri. Oleh karena itu ada baiknya kalau di ruangan kita kaji sebab-sebab kesalapahaman itu kendati pun secara sepintas lalu.
            Kesalahpahaman terhadap islam disebabkan karena banyak hal, namun yang relevan dengan kajian ini adalah karena
1.      salah memahami ruang lingkup ajaran islam
2.      Salah menggambarkan kerangka dasar ajaran islam
3.      Salah mempergunakan metode mempelajari islam
Yang dimaksud dengan islam dalam kalimat-kalimat terakhir  ini adalah agama islam.
            kesalahpahaman(1) mengenai ruang lingkup ajaran islam terjadi, misalnya karena orang mengangap semua agama itu sama dan ruang lingkupnya sama juga. Dipengaruhi ajaran agama nasrani yang ruang lingkupnya hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhan saja, orang mengangap agama islampun demikian juga halnya. Tetapi seperti telah disebutkan dimuka dinul islam atau agama islam itu tidaklah mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan belaka, seperti yang dikandung oleh religion, tetapijuga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat dan dengan benda dan alam sekitarnya. sebagai satu sistem ia mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai dimensi dan karena itu ruang lingkup ajarannyapun mencakup berbagai tata hubungan itu. Untuk menghindari salah paham orang haruis mempelajari islam dari sumber yang asli yaitu al-Qura’an dan al-Hadist. Jika kita pelajari agama islam itu dari sumbernya yang asli yaitu al-Qur’an dan al-Hadists yang memuat sunnah Nabi Muhammad kita akan memperoleh gambaran yang jelas mengenai tata hubungan itu, sebab al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama agama islam tidak hanya memuat ajaran tentang iman dan ibadah atau akidah dan syari’ah saja, tetapi memuat juga akhlak tentang bagaimana manusia harus bersikap dan berbuat dalam hidup dan kehidupannya di dunia ini terhadap dirinya sendiri, manusia manusia lain dan lingkungan kehidupannya. Mempelajari agama islam dari kedua sumbernya yang asli yang memuat ruang lingkup agama islam tidaklah menjadi masalah lagi sekarang, karena kalaupun orang tidak atau belum menguasai bahasa arab, kedua sumber ajaran islam itu, sekarang, telah dapat di pelajari dengan mempergunakan bahasa indonesia sendiri atau bahasa inggris misalnya di tanah air kita tafsir al-qur’an dan atau syarah (penjelasan) kitab-kitab hadist telah banyak ditulis orang dan dengan mudah dapat diperoleh.
            Dalam hubungan ini, agaknya perlu diingatkan mempelajari islam tanpa bantuan guru sebaiknya dilakukan melalui karya atau kepustakaan yang di tulis oleh mereka yang telah mengkaji dan memahami islam secara baik dan benar. Pada umumnya mereka adalah para ahli atau ulama, cendikiawan dan sarjana muslim yang diakui otoritasnya di bidang kajian itu. analisis dan kesimpulan para orientalis kecuali karya mereka yang terkenal kejujurannya terhadap islam atau karya mereka yang diberi catatan pembenaran atau koreksi oleh sarjana muslim sebaiknya di hindari oleh orang yang baru belajar islam terutama tukisan para orientalis sebelum perang dunia kedua,untuk mencegah kesalahpahaman. akan tetapi, jika pengetahuan seseorang tentang keislaman telah cukup membaca analisis dan kesimpulan para orientalis malah perlu untuk bahan studi perbandingan. yang dimaksud dengan orientalis adalah orang barat yang khusus mempelajari agama (dalam hal ini islam), budaya dan bahasa-bahasa timur untuk tujuan tertentu dari masa ke masa.
            Kesalahapahaman (2) terjadi karena karena orang salah mengambarkan kerangka dasar ajaran islam. Orang mengambarkan bagian-bagian agama islam tidak secara menyeluruh sebagian satu kesatuan tetapi sepotong-potong atau sebahagia-bagian saja. misalnya orang mengambarkan atau membuat gambaran yang memberi kesan seakan-akan agama islam isinya hanyalah mengenai akidah atau iman sajaatau agama islam itu tentang syari’at atau hukum belaka, atau agama islam itu hanyalah ajaran akhlak semata-mata, tanpa meletakan dan menghubungkan bagian-bagian itu dalam kerangka dasar keterpaduan agama islam secara menyeluruh. mengambarkan agama islam dengan cara sepotong-potong inilah yang telah menyebabkan islam disalahpahami dunia ini. Pengambaran agama islam seperti ini sering dilakukan oleh orang islam sendiri tanpa disadarinyadan dengan sadar karena maksud-maksud tertentuoleh para orientalis, terutama di masa-masa sebelum perang dunia kedua dahulu.
            Untuk menghindari kesalahpahaman karena salah mengambarkan bagia-bagian ajaran islam itu, maka hendaklah komponen-komponen ajaran islam yang menjadi kerangka dasar agama islam itu digambarkan seluruhnya dalam satu kesatuan yang padu seperti yng telah diuraikan dimuka. setelah itu pelajarilah secara tepadu pula. Dalam hubungan ini perlu di kemukakan bahwa mempelajari islam tidak boleh sepotong-sepotong tetapi terpadu dalam kesatuan yang bulat.Mempelajari dan memahami islam secara sepotong-sepotongsaja tanpa menghubungkan dengan yang lain dalam kerangka sistem agama islam akan menghasilkan pemahaman yang salah terhadap islam.
            Selain itu untuk memperoleh wawasan yang baik dan benar tentang islam dan memenghindari salah paham, kajian dan pemahaman nya harus dihibingkan dengan berbagai persoalan asasi yang dihadapi oleh manusia dalam masyarakat dan dilihat oleh relasasi serta relavansinya dengan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial,budaya sepanjang sejarah, terutama sejarah ummat islam. Mempelajari dan memahami islam dengan bantuan ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang sampai sekarang akan memperluas wawasan kita tentang islam. ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan budaya, ilmu-ilmu kemanusiaan atau humaniora beserta cabang dan rantingnya adalah ilmu-ilmu bantu dalam kajian islam untuk memperoleh pemahaman yang baik dan benar.
            kesalahpahaman (3) terjadi karena salah mempergunakan metode mempelajari islam. Metode yang dipergunakan oleh orientalis terutama sebelum perang dunia kedua, adalah pendekatan yang tidak benar, karena mereka pada umumnya menjadikan bagian-bagian dan seluruh ajaran (agama) islam semata-mata sebagai objek studi dan analisis. laksana dokter bedah mayat kata Fazlur Rahman para orientalis itu meletakan islam di atas meja operasinya memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu dengan mempergunakan norma-norma atau ukuran-ukuran mereka sendiri yang un islami.[4]
mereka mempergunakan metode mempelajari dan menganalisis ajaran (agama) islam dengan metode dan analisis serta ukuran-ukuran yang tidak islamii tidak sesuai dengan ajaran agama islam. hasilanya tentu saja tidak memuaskan dan pasti menimbulkan salah paham terhadap islam.
           





Para orientalis yang mempelajari islam sering kali pula melakukan pendekatan menyamakan agama islam dengan keadaan umat islam disuatu tempat pada suatu masa. keadaan ummat islam yang miskin, terbelakang disuatu tempat pada kurun waktu sekarang ini mereka pergunakan sebagai data untuk menarik kesimpulan bahwa agama islam menganjurkan kemiskinan dan keterbelakangan. atau mereka mengangap kemiskinan dan keterbelakangan itu terjadi dikalanganm ummat islamkarena agama islam tidak mendorongpara pemeluknya untuk maju dan berkembang. Pendapat para ahli ilmu-ilmu sosial barat (amerika) yang menyamaka ajaran islam dengan ummat islam dapat dilihat misalnya pada karya Clifford Geerts, Clive S. Kessler dan max weber.[5]
            Metode atau pendekatan yang dilakukan oleh para orientalis ini tidak sesuai dengan agama islam. Oleh karena itu untuk mempelajari islam dengan baik dan benar dan agar tidak salah paham dengan islam pelajarilah islam dengan metode yang sesuai dengan pelajaran islam. metode pembelajaran islam tealah lama ada dikalangan orang islam sendiri, tetapi masih perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu dan studi islam sekarang. beberapa sarjana muslim telah mengemukakan pendapatnya mengenai metode yang sesuai dengan ajaran islam.diantaranya sekedar menyebut beberapa nama sebagai contoh, Ismail R. Faruqi. M. Najib Alatas, S. Hosein Nasr, Fazlur Rahman,Ali syariati, Deliar Noer, dari sekian banyak metode yang digunakan orang tidak dapat memilih hanya satu metode saja dari sekian banyak metode yang ada, karena islam bukanlah agama uni dimensional  (agama satu dimensi). tetapi multi dimensional (berdimensi banyak) oleh karena itu untuk mempelajari islam yang banyak dimensinya itu harus mempergunakan banyak metode yang sesuai dengan dimensi yang di kaji itu. Selain memakai metode filosofis kata ali syari’ati, orang harus juga mempergunakan metode-metode yang terdapat dalam ilmu yang dikembangkan oleh manusia dewasa ini. Ali syari’ati menyebut sebagai contoh metode sejarah dan sosiologi  dua dalam bidang studi dan spesialisnya. Soal-soal yang bersifat kosmologis kat ali syari’ati harus di pelajari dan di pahami oleh metodologi ilmu-ilmu alam Dalam hubungan dengan metode-metode ilmiah yang berasal dari eropa, Ali syari’ati mengingatkan keharusan inovativ dan selektiv dalam memilih metode-metode itu. Tidak semua metode yang di kembangkan di eropa perlu di ikuti karena ada di antaranya yang tidak sesuai dengan agama islam. Hal ini di sebabkan menurut Deliar Noer, Karena pada umumnya metode yang di gunakan oleh penulis itu di pengaruhi oleh dua pikiran yakni :
  1. aliran liberal kapitalis
  2. aliran Marxis.
Aliran liberal kapitalis mengutamakan benda dan bersifat duniawi semata. Akal dan perasaan manusia yang dikembangkan secara bebas dan merdeka, oleh aliran ini di putuskan hubungannya oleh sumber-sumber samawi (langit) yaitu sumber ajaran yang datang dari tuhan, baik sumber itu sumber masa lalu maupun tujuan masa yang akan datang disebut akhirat. Aliran marxis yang tumbuh kemudian yang menolak aliran libelar kapitalis itu dan menolak segala sesuatu yang bersangkut paut dengan tuhan agama dan akhirat.disamping kedua aliran yang besar itu ada aliran yang memasukan kedalam metode yang dipergunakannya pengertian-pengertia yang berasal dari agama (Kristen dan Yahudi) yang di anutnya. Oleh karena itu di perlukan pendekatan bukan barat terhadap pengkajian agama islam dan terhadap masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama islam seperti masyarakat Indonesia, misalnya.

Menurut A.mukhti ali metode mempelajari agama islam tidak cukup dangan hanya mempergunakan metode ilmiah saja, tetapi perlu juga pendekatan doktriner (ajaran bersifat keyakinan menerima agama sebagai suatu kebenaran). Mukti ali menawarkan metode e,pelajari agama dan pendekatan santifik-doktriner yang dinamakanya metode sintesis.[6]
            Demikianlah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji dan memahami (ajaran) islam. Mutatis Mutandis (dengan perubahan –perubahan yang diperlukan disana sini) hal itu berlaku juga dalam mengkaji dan memahami hukum islam. Ini dasar ajaran islam. Ini berarti bahwa hukum islam itu :
  1. harus di pelajari dalam kerangka dasar ajaran islam yang menempatkan hukum islamnya sebagai salah satu bagian agama islam
  2. harus dihubungkan dengan iman (akidah) dan kesusilaan (akhlak,etika atau moral) karena dalam system hukum islam, iman,hukum dan kesusilaan tidak dapat dicerai pisahkan.karena itu
  3. tidak dapat dikaji dan dipahami dengan mempergunakan ilmu hukum barat (baik continental maupun anglosakson) yang sifatnya sekuler
  4. harus dikaitkan oleh beberapa kunci diantaranya adalah syari’ah dan fikih yang dapat dibedakan tetapi tidak mungkin diceraipisahkan.untuk pembahuruan dan pengembangan hukum islam,kedua istilah ini harus dipahami benar maknanya syariah adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nyasedang fikih adalah pemahaman dan hasil karya manusia tentang syariah
  5. mengatur seluruh tata hubungan manusia baik dengan tuhan maupun dengan dirinya sendiridengan manusia lain dan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya
  6. dikaji dan dipelajari dengan mempergunakan metodologi hukum islam sendiri yang disebut usul fikih. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa kendatipun hukum islam mempunyai hubungan yang erat dengan iman atau akidahyakni komponen dasar agama islam tetapi hal-hal yang berhubungan dengan iman (akidah) atau keyakinan seorang muslim tidaklah dibicarakan,demikian juga halnya dengan hukum islam bidang ibadah yakni upacara dan tata acara pengabdian langsung manusia kepada tuhannya. Juga soal kesusilaan atau akhlak .


[1] Ali, Mohammad Daud: hukum islam. Jakarta: rajawali press, 1998.,hal 235.


[2] Rasjidi, H.M.: Hukum Islam dan Pelaksanaanya dalamSejarah. Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hal 25.
[3] T.M Hasbi Ash shieddieqy. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Tintamas 1975, hal 156-212.
[4] Fatchur Rahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islamy, Jakarta; Sa’adiyah Putra,1979, hal 44.
[5] Mohammad Kamal Hasan, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: P3M, 1979, hal 136
[6] Nourzzaman Shiddiqi, Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Jaya, 1993, hal 603-604.